Sikap defensif setiap Hena-Hena adalah untuk mempertahankan teritorial
mereka masing-masing, yang kemudian lebih dikenal dengan teritorial Hena Muka
dan Hona Belakang
Pada tahun 1538 penyerangan besar-besaran oleh Sultan
Baabulah, yaitu anak Sultan Hairun dari Ternate dalam upaya menentang kegiatan
bangsa Portugis dan sekaligus berusaha menyebar agama Islam di Maluku. Pasukan
sultan Baabulah vang dikenal dengan nama "Kalasingko" yang ditugaskan
untuk mencegah kegiatan Portugis di pulau Saparua. Sebagian dari pasukan
Kalasingko sampai pula ke teritorial Hena Muka yang merupakan daerah kekuasaan
dari Huhule, Ampatal, Talehu, dan Amahutai. Terjadilah pertempuran di sebuah
bukit yang kemudian dinamakan pertempuran "Batu Potong-Potong" yang
dipimpin oleh "Tamaela Umi Haha kapitan Aipassa". Ternyata Hena Muka
tidak dapat mengatasi pertempuran dimaksud, maka Hena Muka meminta bantuan Hena
Belakang yang terdiri dari Amapuano, Matalete, Apalili, Tahapau dan Sopake yang
dipimpin oleh "Tamaela Umi Haha kapitan Louhenapessy". Penugasan dari
kapitan Aipassa dalam fungsinya sebagai panglima perang kepada kapitan
Louhenapessy untuk mencari tahu seluk beluk kekuatan tentara Kalasingko (Ternate)
yang berkedudukan di daerah Batu Potong yang berjarak lebih 4 km dari Huhule. Kemudian kapitan Louhenapessy membentuk satuan
intelejen dengan nama sandi "Kasturi Merah'. Pelambangan wama merah sesuai
dengan pelambangan Patasiwa Hitam. Wama ini kemudian dijadikan wama asli
bendera Tuhaha (Res Amboina) yang sesuai dengan dokumen Belanda yaitu
"Dlaggen van den Post Indischen Archipel. Pengertian dari Sandi Kasturi
adalah orang orang yang berani, pandai berbicara, mudah menyusup dan menghilang.
Dari catatan pengintaian intelijen menyatakan bahwa kelemahan pasukan Ternate
pada air yang digunakan untuk mimun dan mandi. Pada waktu itu mereka sedang
santai serta menanggalkan pakaian perangnya yang sangat ampuh. Dari kelalaian
tersebut maka pasukan Hena Muka dan Belakang dipimpin oleh Latu Ulisiwa Kapitan
Aipassa sebagai panglima perang dengan dibantu oleh kapitan-kapitan dari ke 9
(sembilan) Soa dan malisi-malisinya menghadang dan menghancurkan pasukan Temate
di mata air tersebut Sampai sekarang mata air ini dinamakan "Air
Ternate". Sebagai bukti dari peperangan tersebut, masih terdapat hingga
sekarang ini sebuah topi perang dari tentara kalasingko (ada pada marga
Supusepa).
Mantaaap
BalasHapusOk Sodara.
HapusIni versi yg mn??? Klw mngenai kris dr sultan ternate yg tapancang di mt air itu versi mn lg... sory cm ingin tau sj...
BalasHapus